TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Jember – Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jember, dr. Rita Wahyuningsih, mengatakan selama 2024 ini terdapat 7600 an pasien yang diduga terpapar TBC.
“Namun dari 7600 an itu, yang dinyatakan ada 1141 pasien yang positif terpapar TBC,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua pasien yang positif TBC itu menjalani pengobatan di fasilitas kesehatan pemerintah. Sebab berdasarkan data hanya 913 pasien yang memperoleh perawatan medis.
“Jadi masih kisaran 80 pasien positif TBC yang menjalani pengobatan. Ini yang jadi tantangan bagi bidang pengendalian penyakit di Kabupaten Jember,” kata dr Rita.
dr Rita menguraikan,rata-rata yang terpapar virus Mycobacterium Tuberculosis adalah pasien usia dewasa. Sebab mereka mobilitasnya tinggi di luar rumah.
“Karena usia produktif, ada yang kerja di kantor ada yang kerja di luaran. Akhirnya ketemu orang-orang yang berisiko TBC tinggi, tapi tidak terdiagnosa akhirnya tertular,” urainya.
Sementara untuk pasien anak yang terpapar TBS, dr Rita menduga mereka tertular anggota keluarga dalam satu rumah.
“Anak itu berinteraksi dengan penderita tinggi dari orang dewasa. Seperti itu,” ucapnya.
dr Rita mengatakan kalau gejala penyakit ini, paling mudah dideteksi pasien dewasa. Sebab hal itu ditandai dengan batuk berkepanjangan lebih dari dua minggu.
“Serta penurunan berat badan dan berkurangnya nafsu makan itu untuk dewasa. Sementara untuk anak ini agak sulit dideteksi, karena anak yang terpapar TBC gejalanya itu batuk, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang, dengan memeriksa bagian kulit,” ulasnya.
Sebaran kasus itu, kata dia, berada di tiga kecamatan Kota di Kabupaten Jember. Bahkan lokasi ini masuk zona merah.
“Kenapa bisa merah, ada banyak faktor. Bisa karena penularannya atau bisa kemudahan aksesnya di fasilitas kesehatan dan pemahaman masyarakatnya mau berobat sehingga ditemukan dengan cepat,” ucap dr Rita.
Sementara, Manajer Kasus Komunitas Yabhysa Jember, Yulanda Irma Tiara mengatakan anak – anak merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit ini, dan penanganannya memerlukan pendekatan khusus secara intensif.
“Kegiatan pekan skrining tuberkulosis serentak ini dilaksanakan di 30 Kecamatan di Kabupaten Jember oleh Yabhysa Jember. Jumlah capaian Terapi Pencegahan Tuberkulosis pada tahun 2023 sebanyak 365 Balita. Dan data IK Terapi Pencegahan Tuberkulosis tahun 2024 mencapai 352 Balita,” katanya.
“Kegiatan pekan skrining tuberkulosis serentak ini dilaksanakan di 30 Kecamatan di Kabupaten Jember oleh Yabhysa Jember. Jumlah capaian Terapi Pencegahan Tuberkulosis pada tahun 2023 sebanyak 365 Balita. Dan data IK Terapi Pencegahan Tuberkulosis tahun 2024 mencapai 352 Balita,” katanya.
“Jadi per desa ada satu kader. Selain ditugaskan menemukan kasus TBC mereka juga diminta melakukan pendampingan terhadap pasien pasien TBC,” paparnya.
Ia mengatakan ini ujung tombak program eliminasi TBC 2030 di Kabupaten Jember adalah para kader Yabhysa di desa-desa itu. Sebab mereka yang berkunjung ke rumah penderita.
“Kader-kader yang melakukan kunjungan ke rumah dan memberikan edukasi ke masyarakat bersama penanggung jawab program TBC di Puskesmas,” ulas Yulan.
Yulan mengatakan beberapa kendala kader Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini saat melakukan investigasi kontak penularan TBC di rumah pasien. Mereka tidak disambut hangat oleh keluarga penyintas.
“Ada yang benar-benar tidak mau dikunjungi oleh kader, ada yang mau dikunjungi tapi kami tidak boleh berkeliling ke rumah tetangganya,” ungkapnya.